TIMES HONGKONG, PACITAN – Ketua DPRD Pacitan, Dr. Arif Setia Budi mendorong masyarakat Kabupaten Pacitan untuk mulai melirik sektor perkebunan sebagai investasi masa depan. Menurutnya, di tengah melemahnya daya saing komoditas ternak seperti domba, peluang justru terbuka lebar di komoditas kopi dan kelapa.
“Posisi ekonomi internasional sekarang, kalau mau investasi jangka panjang yang sustainable, lebih baik ke kelapa dan kopi,” ujar Arif, Selasa (28/10/2025).
Ia menuturkan, kopi dan kelapa memiliki potensi besar untuk dikembangkan, terutama di wilayah Pacitan yang memiliki kondisi geografis mendukung.
Berdasarkan pengalamannya mengelola lahan sendiri, satu hektare kebun kopi bisa ditanami sekitar 4.000 batang dengan sistem pagar selebar 100 sentimeter dan panjang 50 sentimeter.
“Kalau dirawat dengan baik, rata-rata hasil panen bisa mencapai tiga sampai empat ton per tahun. Ini solusi bagus bagi masyarakat yang tidak punya lahan sawah, karena tetap bisa bertahan hidup dengan hasil perkebunan,” jelasnya.
Tak hanya kopi, Arif juga menyebut kelapa sebagai komoditas unggulan lain yang menjanjikan. Dalam satu hektare lahan, dapat ditanam sekitar 275 pohon kelapa dengan jarak tanam 6x6 meter atau 6x5 meter - ukuran yang masih ideal untuk kondisi lahan di Jawa.
“Kalau dipanen dua kali sehari, pagi dan sore, bisa menghasilkan sekitar 115 kilogram per hari. Dengan harga Rp15 ribu per kilogram, dalam sebulan bisa menghasilkan pendapatan kotor sekitar Rp51 juta,” ungkapnya.
Politikus yang akrab disapa ASB itu menambahkan, pasar global untuk produk turunan kelapa dan kopi masih terbuka lebar. “Ini bukan teori, tapi pengalaman langsung. Saya memang senang menggeluti bidang perkebunan,” ucapnya.
Arif mencontohkan, sejumlah wilayah di Pacitan kini sudah mulai bergerak ke arah tersebut. Di kawasan Watu Patok, telah ditanam sekitar 12.500 pohon kopi robusta dengan bibit sambung kecambah yang lebih kuat dan tahan lama.
Sementara di daerah Bubakan dan Losari, lereng Gunung Suroloyo, ditanam sekitar 10.000 pohon kopi arabika yang cocok dengan ketinggian 1.000 mdpl.
Selain kopi, Arif juga memperkenalkan jenis kelapa entok, yaitu varietas kelapa yang tumbuh lambat dan memiliki cita rasa manis. “Kelapa entok cocok untuk bahan minuman degan. Saat pariwisata Pacitan terus berkembang, produk seperti ini punya nilai jual tinggi,” katanya.
Menurutnya, kelapa entok bisa menjadi bagian dari ekosistem ekonomi masa depan Pacitan. Untuk itu, ia mengaku telah melakukan edukasi ke sekitar 52 desa agar masyarakat mulai bergerak bersama di sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan.
“Kalau masyarakat bisa mandiri dari hasil bumi sendiri, ekonomi Pacitan akan tumbuh dari bawah. Ini investasi nyata, bukan sekadar teori,” tegas Arif. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bukan Domba, Kini Kopi dan Kelapa Jadi Harapan Baru Ekonomi Pacitan
| Writer | : Yusuf Arifai |
| Editor | : Ronny Wicaksono |